Niatlah
Yang Menentukan Baik atau Buruknya amal
Baik
tidaknya amal perbuatan seseorang itu tergantung kepada baik tidaknya niat amal
perbuatan tersebut. Bisa jadi ada dua orang yang melakukan amal kebaikan yang
sama secara kasat mata, tetapi berbeda nilai di sisi Allah ﷻ karena perbedaan
niatnya.
Misalnya,
ada dua orang ke masjid, tapi punya niat yang berbeda. Yang satu mencari
kebaikan atau mengajarkan kebaikan, yang satu lagi ada tujuan duniawi, maka
kedua orang ini dinilai beda oleh syariat.
Dari
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
من
دخل مسجدنا هذا ليتعلم خيرا أو يعلمه كان كالمجاهد فى سبيل الله ومن دخله لغير ذلك
كان كالناظر إلى ما ليس له
Barang
siapa yang masuk ke dalam masjid kami ini, dengan tujuan untuk mempelajari
kebaikan atau mengajarkannya maka dia seperti mujahid fi sabilillah. Dan barang
siapa yang memasukinya untuk tujuan selain itu, maka dia seperti orang yang
sedang melihat sesuatu yang bukan kepunyaannya.
(HR.
Ahmad No. 8587, Ibnu Hibban No. 78. Hadits ini hasan menurut Syaikh Syu’aib Al
Arnauth dalam tahqiq Beliau terhadap Shahih Ibni Hibban)
Syaikh
Abdul Muhsin Al 'Abbad Al Badr Hafizhahullah mengatakan:
فمن
جاء إلى المسجد من أجل أن يصلي فيه، أو من أجل أن يشهد الجماعة التي هي واجبة، أو
من أجل أن يُحصّل الأجر في المسجد بالذكر وقراءة القرآن، فهو حظه وله ما أراد، ومن
لم يدخل المسجد لهذا العمل العظيم، وإنما دخله لأمر من الأمور التي لا علاقة لها
بالدين والطاعة فهو حظه، وله ما أراد من العمل بلا أجر
"Barangsiapa
yang datang ke masjid untuk shalat, atau untuk menghadiri shalat berjamaah,
atau mencari pahala dengan berdzikir dan membaca Al Quran, maka dengan ini dia akan
mendapatkan sesuai apa yang diinginkannya. Ada pun yang masuk ke masjid untuk
melakukan amal yang tidak ada kaitan dengan perkara agama dan ketaatan, maka
dia mendapatkan sesuai apa yang diinginkannya itu, dan tidak mendapatkan
pahala." (Syaikh Abdul Muhsin Al 'Abbad Al Badr, Syarh Sunan Abi Daud, No.
066. Maktabah Al Misykah)
Tapi,
ini tidak berlaku bagi "niat baik" dibalik sebuah kejahatan. Seperti
ikut berjudi dengan niat mendakwahi para penjudi, berzina untuk mendakwahi PSK,
dan semisalnya. Karena niat yang baik tidak mengubah yang haram menjadi halal,
kecuali ada dalilnya.
Kaidahnya:
الغاية لا تبرر الوسيلة إلا بدليل
الغاية لا تبرر الوسيلة إلا بدليل
Tujuan
(yang baik) tidaklah membuat baik sarana (yang haram) kecuali dengan adanya
dalil.
(Syaikh
Walid bin Rasyid bin Abdul Aziz bin Su’aidan, Tadzkir Al Fuhul bitarjihat
Masail Al Ushul, Hal. 3. Lihat juga Talqih Al Ifham Al ‘Aliyah, 3/23)
Contoh,
berbohong untuk mendamaikan saudara yang bermusuhan. Caranya
"berbohong" tapi tujuannya baik, untuk mendamaikan, ini dibolehkan
karena ada dalilnya.
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ
الْكَذَّابُ الَّذِي (بِالَّذِي) يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ
يَقُولُ خَيْرًا
Bukan
kategori pembohong orang yang mendamaikan manusia yang berselisih, lalu dia
menyampaikan hal-hal yang baik (tentang salah satu pihak), dan mengatakan
hal-hal yang baik. (HR. Muttafaq 'Alaih)
Wallahu
A'lam
✍ Farid Nu'man Hasan
Be the first to reply!
Post a Comment