Menangis karena Allah adalah salah satu tanda dan bukti keimanan karena
tangisan ini tidak bisa direkayasa dan anda tidak bisa ingin dan mengatur
tangisan ini. Ia muncul dari mata air lubuk hati yang paling dalam, rasa takut
kepada Allah dan mengharap ampun serta ridha-Nya
Tidak
Pernah seumur hidup menangis karena Allah, maka adalah musibah besar yang
banyak orang tidak tahu, pura-pura lupa bahkan tidak peduli. Ini menunjukkan
hatinya keras, tidak bisa tersentuh oleh kebaikan dan hanifnya iman. Ini karena
banyaknya maksiat sehingga perlu segera berobat ke dokter hati yaitu ulama,
dibawa ke pekuburan, mengelus kepala anak yatim.
Cukuplah hadits Rasulullah sebagai pengingat, Nabi MuhammadShallallâhu ‘Alaihi
Wasallambersabda,
عرضت عليَّ الجنة والنار فلم أر كاليوم من الخير والشر ولو تعلمون
ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيراً فما أتى
على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أشد منه غطوا رؤوسهم ولهم خنين
“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan
keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui,
kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.
Anas bin Malik radhiyallâhu’anhu –perawi hadits ini-
mengatakan,
“Tidaklah
ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka
menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.”[1]
Jika
masih saja sulit menangis karena Allah?
️Maka
tangisilah diri kita, tangisilah hati kita yang mungkin sudah mati dan
tangisilah jiwa kita yang tidak bisa menampung sedikit saja tetesan keimanan,
serta tangisilah mayat badan kita yang kita seret berjalan merajalela di muka bumi karena ia
hakikatnya telah mati. Semoga dengan menangisi diri kita, Allah berkenan
membuka sedikit hidayah kemudian menancapkannya dan bertengger direlung hati
hamba yang berjiwa hanif.
Sebagaimana seruan sebuah ayat yang membuat seorang ulama besar Fudhail bin
‘Iyadhrahimahullah bertaubat, yang dulunya beliau adalah kepala perampok yang
sangat ditakuti dijazirah Arab, ayat tersebut adalah,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ
لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ
مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah
tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan
mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi
seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang
mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak
sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (Al Hadid: 16)
Suka
menangis karena Allah daripada segalanya
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata,
لأن أدمع من خشية الله أحب إلي من أن أتصدق بألف دينار
“Sungguh,
menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak
uang seribu dinar!”.[2]
Ka’ab Al-Ahbar berkata,
لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق
بوزني ذهباً .
“Sesungguhnya
mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada
Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran
tubuhku.”[3]
Semoga Bermanfaat
Be the first to reply!
Post a Comment