Kisah ke-1
Dikisahkan, bahwa suatu haripara sahabat sedang berkumpul
di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para
sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan
berkata, “Barangsiapa yang kentut, silakan bangun!!" Suasana jadi hening,
tak seorang pun berdiri.
Ketika datang waktu Isya', mereka berkata, “Orang yang
kentut pasti akan berwudhu' setelah ini. Orang itulah yg Kentut,”.
Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat
siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari
tempat duduknya, karena malu.
Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan adzan. Kemudian
Nabi Muhammad Berkata: “Tunggu dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu'
lagi,".
Lalu para sahabat pun ikut berwudhu' dan tidak diketahui
siapa yang kentut waktu itu.
---------------------------------------------------------
Kisah ke-2 :
Usai sholat Ashar di Masjid Quba, seorang sahabat
mengundang Nabi beserta jamaah untuk menikmati hidangan daging unta di
rumahnya. Ketika sedang makan, tercium aroma tidak sedap.
Rupanya di antara yang hadirada yang buang angin. Para
sahabat saling menoleh. Wajah Nabi sedikit berubah tanda tidak nyaman.
Maka tatkala waktu shalat Maghrib hampir masuk, sebelum
bubar, Rasulullah berkata, "Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah
ia berwudhu'!!".
Mendengar perintah Nabi tersebut, maka seluruh jamaah
mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Sungguh, dalam diri Nabi Muhammad terdapat teladanyang baik
bagi kita semua.
----------------------------------------------------------
Kisah ke-3
Kisah tentang menjaga perasaan saudara seiman pun juga
terjadi pada seorang ulama, yaitu Syaikh Abdurrahman Hatim bin Alwan. Beliau merupakan
salah satu ulama besar di Khurasan pada zamannya. Dikenal dengan Hatim Al
A’sham, yang artinya "Hatim Si Tuli".
Suatu ketika ada seorang wanita yang datang menemui beliau.
Namun, tanpa sengaja, wanita itu kentut dengan suara yang cukup keras. Wanita
itu salahtingkah, menahan malu. Namun Syaikh Hatim malah pura-pura tuli, dan
meminta si wanita mengulangi pertanyaannya.
Dengan sikap sang Syaikh tersebut, wanita itu pun merasa
sedikit lega. Ia mengira Syaikh Hatim benar-benar tuli. Lalu mereka berbicara
dengan saling meninggikan suara.
Wanita itu hidup selama 15 tahun setelah kejadian tersebut.
Selama itu pula Syaikh Hatim pura-pura tuli. Hingga wanita itu meninggal,ia tak
pernah tahu kepura-puraan Syaikh Hatim.
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﺳﻴّﺪﻧﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَ ﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِﺳَﻴّﺪﻧَﺂ
ﻣُﺤَﻤّﺪ
Mudah-mudahan ketiga kisah di atas menceritakan bagaimana
seharusnya seorang Muslim menjaga kehormatan saudaranya. Bukan malah
menertawakannya atau menyebarkan aibnya.
Abu Hurairah berkata, Nabi Bersabda :
ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤﺎً ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ
ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛﺎَﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴْﻪِ .
“...Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan
tutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama
hamba-Nya mau menolong saudaranya.”
WALLAHU A'LAM BISSAWAB
Be the first to reply!
Post a Comment