Tersebutlah kisah tentang Amrah, istri Habib al-Ajami. Tiap malam dia selalu terbangun. Jika di waktu sahur suaminya masih tertidur, maka ia berbisik untuk membangunkannya. Katanya, "Bangunlah. Malam telah berlalu dan telah tiba waktu pagi. Perjalananmu masih panjang sedangkan bekal masih sedikit. Kafilah orang-orang shaleh telah berlalu di depan kita, sedangkan kita masih belum bergerak." (Shifat ash-Shafwah, 4/35)
Seorang shaleh bernama Rayah al-Qisyi juga punya istri ahli ibadah. Al-Qisyi suatu saat menceritakan pengalamannya dengan sang istri yang luar biasa. Hal itu membuatnya memperoleh banyak pelajaran. Kisahnya begini :
"Jika istriku telah melaksanakan shalat Isya', maka ia berdandan, memakai wewangian, serta mengenakan gaun yang indah dan mendatangiku lalu menyampaikan, 'Apakah engkau ada hasrat?' Jika aku mengatakan 'Ya', maka ia bersamaku. Namun jika aku mengatakan, 'Tidak', maka ia melepas kembali gaunnya dan mengambil tempat untuk mendirikan shalat hingga waktu subuh tiba." (Shifat ash-Shafwah, 4/44)
Ada seorang wanita shalehah yang memiliki kelebihan dalam shalat adalah budak wanita Qadhi Abdullah bin Hasan. Suatu saat sang qadhi tidak mendapati budak wanitanya itu di malam hari. Setelah mencari-cari, qadhi Bashrah ini mendapati sang budak tengah bersujud dan berdo'a, "Demi kecintaan-Mu kepadaku, maka ampunilah aku." Setelah itu, Qadhi Abdullah menyampaikan,"Janganlah dirimu menyatakan,'Demi kecintaan-Mu,' namun katakanlah, "Demi kecintaanku kepada-Mu." Wanita itu menjawab,"Kecintaan-Nya padaku mengeluarkan diriku dari syirik menuju Islam, hingga Dia membangunkan mataku dan menidurkan mata anda." Qadhi Abdullah akhirnya berkata,"Pergilah, engkau merdeka karena Allah." Sang budak menjawab,"Wahai Tuan, Anda telah memperlakukan saya dengan buruk. Sebelumnya saya memiliki dua pahala. Kini hanya satu pahala." (Shifat ash-Shafwah, 4/39)
Ya, budak yang beriman akan memperoleh dua pahala ketaatan, yakni ketaatan kepada Allah SWT dan ketaatan kepada majikannya. Jika merdeka, dia hanya punya kesempatan taat kepada Allah saja.
Budak wanita Hasan bin Shalih juga termasuk wanita ahli ibadah. Suatu saat Hasan menjualnya kepada suatu kaum. Di malam hari budak itu pun membangunkan penghuni rumah,"Wahai penghuni rumah, dirikanlah shalat!" Mereka bertanya,"Apakah ini sudah pagi?" Sang budak balik bertanya,"Apakah kalian hanya melaksanakan shalat wajib saja?" Mereka pun menjawab,"Ya."
Suatu saat ia bertemu kembali dengan Hasan, mantan majikannya. Budak itu mengadu,"Wahai Tuanku, Anda menjual hamba kepada kaum yang tidak shalat kecuali yang wajib saja. Ambillah kembali hamba." Hasan bin Shalih akhirnya membeli kembali budak wanitanya itu. (Ilya' Ulumuddin, 1/501)
Ada lagi deretan kaum Hawa yang istiqomah menghidupkan malam dengan ibadah. Misalnya wanita shalehah bernama Sya'wanah. Sang murid, Kurdiyah, mengisahkan :
Suatu malam aku menginap di rumah Sya'wanah. Saat aku tertidur, beliau membangunkanku sembari mengatakan, "Bangunlah wahai Kurdiyah, ini bukan tempat untuk tidur. Sesungguhnya itu tempatnya di kuburan." (Thabaqat ash-Shufiyah, hal 395)
Maksudnya, dunia adalah tempat untuk beramal sebanyak-banyaknya, bukan tempat untuk bersantai. Dan istirahatnya seseorang mukmin adalah di saat dia menikmati balasan dari amalannya yang shaleh, yakni setelah wafat.
Ada lagi Ghudnah Wi'aliyah. Mengenai wanita shalehah ini, Abu Walid al-Abdi berkisah, "Kadang aku menyaksikan Ghudnah Wi'aliyah menghidupkan malamnya. Dan ia membaca surat al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa, al-Ma'idah, al-An'am, dan al-A'raf dalam satu rakaat." (Shifat ash-Shafwah, 4/34)
Mu'adzah al-Adawiyah adalah ahli ibadah yang hidup semasa dengan Rabi'ah al-Adawiyah. Wanita ahli ibadah ini selalu menghidupkan malam dengan shalat. Seorang wanita yang berkhidmat kepada Mu'adzah mengisahkan bahwa jika datang rasa kantuk, maka ia bangkit dan jalan berkeliling di dalam rumah sambil berkata, "Wahai jiwa! Tidur ada di hadapanmu! Kalau engkau telah wafat maka benar-benar panjang tidurmu di kubur dengan kerugian atau kegembiraan!"
Mu'adzah mengucapkan kata-kata tersebut hingga datang waktu fajar. (Tsabaqat ash-Shufiyah, hal 391)
Saat menjelang wafat, Mu'adzah al-Adawiyah sempat menangis kemudia tertawa. Orang-orang yang berada di sekitar wanita ahli ibadah itu bertanya, "Kenapa Anda menangis lalu tertawa?" Jawab Mu'adzah, "Aku menangis karena ingat ketika aku tidak bisa lagi berpuasa, shalat, dan berdzikir. Aku tertawa karena Abu ash-Shahba' telah menjemputku di halaman rumah dengan dua pakaian hijau bersama sekumpulan orang yang tidak pernah aku saksikan di dunia, dan aku tertawa kepadanya." (Shifat ash-Shafwah, 4/24)
Abu ash-Shahba' adalah suami Mu'adzah al-Adawiyah yang telah wafat. Pria ini juga dikenal sebagai ahli ibadah. Sedangkan Mu'adzah adalah tabi'iyah yang bertemu dan meriwayatkan Hadits dari 'Aisyah.
Ya, budak yang beriman akan memperoleh dua pahala ketaatan, yakni ketaatan kepada Allah SWT dan ketaatan kepada majikannya. Jika merdeka, dia hanya punya kesempatan taat kepada Allah saja.
Budak wanita Hasan bin Shalih juga termasuk wanita ahli ibadah. Suatu saat Hasan menjualnya kepada suatu kaum. Di malam hari budak itu pun membangunkan penghuni rumah,"Wahai penghuni rumah, dirikanlah shalat!" Mereka bertanya,"Apakah ini sudah pagi?" Sang budak balik bertanya,"Apakah kalian hanya melaksanakan shalat wajib saja?" Mereka pun menjawab,"Ya."
Suatu saat ia bertemu kembali dengan Hasan, mantan majikannya. Budak itu mengadu,"Wahai Tuanku, Anda menjual hamba kepada kaum yang tidak shalat kecuali yang wajib saja. Ambillah kembali hamba." Hasan bin Shalih akhirnya membeli kembali budak wanitanya itu. (Ilya' Ulumuddin, 1/501)
Ada lagi deretan kaum Hawa yang istiqomah menghidupkan malam dengan ibadah. Misalnya wanita shalehah bernama Sya'wanah. Sang murid, Kurdiyah, mengisahkan :
Suatu malam aku menginap di rumah Sya'wanah. Saat aku tertidur, beliau membangunkanku sembari mengatakan, "Bangunlah wahai Kurdiyah, ini bukan tempat untuk tidur. Sesungguhnya itu tempatnya di kuburan." (Thabaqat ash-Shufiyah, hal 395)
Maksudnya, dunia adalah tempat untuk beramal sebanyak-banyaknya, bukan tempat untuk bersantai. Dan istirahatnya seseorang mukmin adalah di saat dia menikmati balasan dari amalannya yang shaleh, yakni setelah wafat.
Ada lagi Ghudnah Wi'aliyah. Mengenai wanita shalehah ini, Abu Walid al-Abdi berkisah, "Kadang aku menyaksikan Ghudnah Wi'aliyah menghidupkan malamnya. Dan ia membaca surat al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa, al-Ma'idah, al-An'am, dan al-A'raf dalam satu rakaat." (Shifat ash-Shafwah, 4/34)
Mu'adzah al-Adawiyah adalah ahli ibadah yang hidup semasa dengan Rabi'ah al-Adawiyah. Wanita ahli ibadah ini selalu menghidupkan malam dengan shalat. Seorang wanita yang berkhidmat kepada Mu'adzah mengisahkan bahwa jika datang rasa kantuk, maka ia bangkit dan jalan berkeliling di dalam rumah sambil berkata, "Wahai jiwa! Tidur ada di hadapanmu! Kalau engkau telah wafat maka benar-benar panjang tidurmu di kubur dengan kerugian atau kegembiraan!"
Mu'adzah mengucapkan kata-kata tersebut hingga datang waktu fajar. (Tsabaqat ash-Shufiyah, hal 391)
Saat menjelang wafat, Mu'adzah al-Adawiyah sempat menangis kemudia tertawa. Orang-orang yang berada di sekitar wanita ahli ibadah itu bertanya, "Kenapa Anda menangis lalu tertawa?" Jawab Mu'adzah, "Aku menangis karena ingat ketika aku tidak bisa lagi berpuasa, shalat, dan berdzikir. Aku tertawa karena Abu ash-Shahba' telah menjemputku di halaman rumah dengan dua pakaian hijau bersama sekumpulan orang yang tidak pernah aku saksikan di dunia, dan aku tertawa kepadanya." (Shifat ash-Shafwah, 4/24)
Abu ash-Shahba' adalah suami Mu'adzah al-Adawiyah yang telah wafat. Pria ini juga dikenal sebagai ahli ibadah. Sedangkan Mu'adzah adalah tabi'iyah yang bertemu dan meriwayatkan Hadits dari 'Aisyah.
Be the first to reply!
Post a Comment